Kak Andy

Senin, 21 Maret 2011

Yang membatalkan wudhu.

نواقض الوضوء
Yang membatalkan wudhu.
Yang membatalkan wudhu ada lima hal

1. Keluar sesuatu dari dua lobang, seperti kencing dan buang air besar juga buang angin.

2. Tidur dia atas badan dalam kondisi lantai tidak rata , adapun tidur di tempat yang rata tidak membatalkan wudhu.

3. Hilang akal disebabkan mabuk atau sakit atau gila atau pingsan.

4. Menyentuhnya seorang laki-laki kepada wanita yang bukan mahramnya dengan tanpa penghalang, hal itu membatalkan bagi yang menyentuh dan yang disentuh, dan jika keadaannya ada penghalang maka tidaklah membatalkan ketika itu.

5. Menyentuh kemaluan anak adam dengan telapak tangan, dan itu membatalkan bagi yang menyentuh bukan yang disentuh.

Keterangan;

Batal maknanya sia-sia atau percuma, maka bila kita mengalaminya amal yang terkena batal tadi harus di ulang lantaran telah sia-sia atau percuma.

Dalam fikih-fikih klasik kita banyak menjumpai hal-hal yang membatalkan wudhu seperti pada kitab ini, apalagi kebanyakan rujukan kitab-kitab yang dipelajari di banyak pesantren adalah fikih yang mulia Imam syafi’e yang di klaim pendapatnya paling banyak dan paling cocok dengan kondisi umat Islam di Asia tak terkecuali di Indonesia.

Untuk poin pertama dan ketiga mayoritas ulama sependapat, namun poin ke dua mereka membuat pengecualian dan penjelasan yang lebih dapat dipahami secara mudah, yakni tidur di lantai yang rata tidak membatalkan lantaran manakala yang bersangkutan buang angin maka akan terdengar suaranya, dengan demikian ia akan bangun karena mendengar suaranya, hal ini tidak terjadi manakala tidur duduk di tempat yang tidak rata, yang pada gilirannya kita tidak sadar kalau pada saat tertidur keluar angin .

Menyentuh seorang lelaki kepada wanita yang bukan muhrim dalam hal ini Imam syafi’e lebih condong dalam menjaga akhlaq yakni lebih terpeliharanya ahklaq seorang lelaki manakala ia tidak sembarangan menyentuh wanita yang bukan muhrim, sebagaimana banyak terdapat dalam hadits nabi tentang larangan berjabat tangan dengan wanita, untuk seorang suami yg menyentuh istrinya asalkan tidak disertai dengan syahwat tidak membatalkan sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah yakni beliau mencium salah satu istrinya sebelum shalat lalu beliau shalat dengan tidak berwudhu lagi, juga terdapat kisah di mana saat nabi shalat malam sementara kaki Aisyah terjulur ke depan beliau maka setiap kali beliau sujud beliau menggeser kaki Aisyah, dan ini terjadi secara “Mubasyarah, yakni terjadinya persentuhan secara langsung kulit dengan kulit.

Menyentuh kemaluan baik yang sejenis maupun yang lain jenis selama itu bukan miliknya sendiri jelas hukumnya haram bila tidak ada keperluan secara syar,e lebih-lebih bila diikuti dengan syahwat. Mungkin di sinilah letak kebatalannya.

halaman sebelumnya klik di sini

Minggu, 13 Maret 2011

pel. Akhlaq .Anak yang taat

الولد المطيع


Anak yang taat

Hasan adalah anak yang taat , ia rajin shalat setiap hari, yaitu shalat yang lima pada waktu-waktunya (yang telah di tentukan)

Ia rajin hadir di sekolah, dan suka membaca al-Qur,an dan menelaah pelajaran di rumah, maka karena itulah ia disukai ayahnya dan ibunya, dan guru-gurunya dan semua orang.

Dan di antara kebiasaannya, apabila ia ingin tidur, maka ia mengingat Allah (atau berdzikir kepada Allah) dan bersukur atas penjagaannya sepanjang harinya, dari bahaya dan gangguan, lalu ia membaca , “bismikallahumma ahya wa amutu, (dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan mati), dan apabila ia bangun dari tidurnya, ia kembali bersyukur kepada Allah, atas nikmat tidurnya, dan mengucapkan “Alhamdulillahilladzi ahyana ba’da ma amatana wa ilaihin nusyur. (segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya kami kembali).


Dan di antara kebiasaannya juga apabila ia akan makan ia mengucapkan pertama-tama “bismillahir rachmanirrahim, dan apabila selesai makan ia bersyukur atas nikmat makan itu, karena bahwasanya ia mengetahui, bahwa Allah lah yang memberikan untuknya makan , maka ia mengucapkan “ Alhamdulillahilladzi ath ‘amani hadat ta’ami, wa razaqanihi, min ghairi haulin minni wa la quwatin (segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makanan ini, dan memberi kami rizeki tanpa daya dan kekuatan dari kami) .

Alangkah bahagianya anak yang taat ini, ridha kepadanya tuhannya, dan kelak akan dimasukkan ke dalam surga.

Keterangan;

Kisah di atas merupakan sesuatu contoh dari prilaku sehari-hari yang dilakukan oleh seorang anak yang bernama Hasan, yakni bagaimana ia membiasakan kegiatan rutin sehari-hari bernilai ibadah, di samping rajinnya melaksanakan ibadah wajib yakni shalat, bahkan justru apa yang dilakukan oleh anak ini merupakan hasil dari pelaksanaan shalat yang baik, yakni disiplin waktu dan dekatnya kepada Allah.

Menelaah pelajaran merupakan bahagian dari perintah Allah yang Allah janjikan dengan naiknya derajat orang yang beriman dan berilmu, sebab tidak layak seorang Mukmin menjadi orang yang malas dalam menuntut ilmu yang sudah Allah tetapkan kewajibannya.

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS 58;11)

Seoran anak yang baik juga selalu membiasakan berdo’a sebelum melakukan sesuatu baik ada awalnya sebagai wujud pengakuan atas pemberiannya maupun akhirnya sebagai wujud rasa terima kasih atas rezekinya.

Dan anak yang baik juga sadar mengakui akan kelemahannya di hadapan sang pencipta , maka hal itu ia wujudkan pula dengan senantiasa berdzikir menyebut nama-Nya, yakni nama Allah, dan ia berharap dengan hal itu ia bisa selalu dekat dengan Allah agar selalu mendapat ridha dan perlindungannya.

halaman sebelumnya klik di sini







Rabu, 09 Maret 2011

Sejarah Nabi


Wafatnya ibunya dan penyusuannya.
1.       Wafat ibunda nabi SAW dan dia berumur enam tahun , (saat) ibunya kembali dari Madinah.
2.       Dan sungguh (sebelumnya) ibunya pergi ke Madinah untuk berziarah ke makam ayahnya, dan turut bersamanya kakeknya Abdul Muthalib.
3.       Dan dia di makamkan di Abwa, yaitu sebuah desa antara Mekkah dan Madinah.
4.       Maka mengasuhnya Ummu Aiman, pembantu Ayahnya, yakni Abdullah.

تربيته ووفاة جده
Pendidikannya dan wafatnya kakeknya
1.       Yang Mengurus pendidikan nabi setelah wafat ibunya adalah kakeknya Abdul Muthalib, dan ia sangat menyayanginya lebih besar dari kasih sayangnya pada anak-anaknya yang lain.
2.       Dan tatkala sampai umur nabi SAW. Delapan tahun kakeknya meninggal setelah mengasuhnya selama dua tahun.
3.       Dan setelah wafat kakeknya, merawatnya pamannya Abu Thalib, padahal ia sangat fakir, tapi Allah meluaskan rezekinya.
4.       Dan keadaan nabi SAW. Sepanjang perawatan pamannya (Abu Thalib) merasa cukup dengan pemberian Allah, dan kemudahan dari Allah untuknya.

halaman sebelumnya klik disini

Kamis, 03 Maret 2011

Anak yang jujur


الولد الامين

Muhammad adalah seorang anak yang jujur, ia takut kepada Allah dan menjalankan semua perintahnya, dan pada suatu hari berkata kepadanya saudaranya Su’ad,. Hai saudaraku !,. sungguh ayah kita telah berangkat dari rumah, karena itu ayo kita buka lemari makanan, untuk kita makan apa yang ada di dalamnya, dari makanan yang lezat-lezat pasti ayah kita tidak akan melihatnya.

Maka menjawab Muhammad, sebenarnya wahai saudaraku ! benar ayah kita tidak akan melihat kita, tetapi apakah kamu tidak tahu ! bahwasanya Allah yang melihat kita ! karena itulah hati-hati dengan prilaku buruk ini, karena bahwasanya bila kamu mengambil sesuatu dengan tanpa ridha Ayah,maka sesungguhnya ayah Allah akan marah kepadamu, dan nanti akan mengazabmu, maka Su,ad menjadi takut, dan ia sadar akan kekeliruannya, lalu ia berkata, “benar kamu wahai saudaraku ! aku berterima kasih sekali kepadamu atas nasihat ini.

Keterangan :

Cerita singkat di atas menunjukkan betapa, sayangnya Muhammad kepada saudaranya,rasa sayang itu ditunjukkan bukan dengan membiarkan saudaranya menikmati apa yang di inginkannya dengan cara haram, yakni tanpa idzin pemiliknya walaupun itu orang tua mereka, namun dengan memberikan pengertian bahwa perbuatannya akan mengakibatkan adzab dari Allah dan rasa tidak senang dari orang tuanya, padahal kenikmatan yang di dapat dari makanan tersebut hanyalah sebatas tenggorokan saja lalu setelah nya menjadi kotoran.

Su’ad segera sadar akan kekeliruannya juga menunjukkan rasa hormat kepada saudaranya karena nasihat yang di sampaikan oleh saudaranya cukup mengena pada usia yang dini, karena bagi seorang anak akan mudah diberi pengertian dengan bahasa mereka, meski kesannya menakut-nakuti.